MEDAN – “Tolonglah bu, kami mau bagi raport juga dan belajar seperti murid lainnya. Setiap hari kami diejek siswa siluman dengan teman-teman lainnya. Apa salah kami bu,” ujar siswa sisipan SMU Negri 2 dan SMU Negri 13 pada Wagubsu, Nurhajizah Marpaung saat keluar dari ruang rapat.
Kegaduhan pun pecah, ketika para orangtua murid melihat anaknya mengejar Wagub sambil menangis. Teriakan dari orangtua murid lantang terdengar saat meminta hak anak mereka selaku murid yang juga membayar uang sekolah layaknya murid lainnya. Mereka mendesak Kadis Pendidikan Sumut Arsyad Lubis dan Kabid SMU Hamidah Pasaribu, agar segera memberikan rapot anak mereka dan memperlakukannya seperti siswa lainnya.
“Berkali-kali rapat tapi hasilnya juga belum terlihat, kami ingin Kadis dan Kepsek mempertanggungjawabkan hal ini. Besok kami sudah harus mendengar anak kami dapat raport,” teriak salah seorang wali murid saat mengejar Arsyad yang berusaha kabur dari ruang rapat, diikuti Hamidah Pasaribu.
Rapat penyelesaian masalah penerimaan peserta didik baru (PPDB) di luar online SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 13 Medan yang digelar di Bina Graha Pemprovsu, Selasa (23/1), itu dimaksud untuk mendesak Gubsu melakukan melakukan diskresi agar siswa tetap bisa melanjutkan belajar di sekolah tersebut.
Hal itu merupakan salah satu solusi yang ditawarkan agar anak-anak tetap mendapatkan haknya untuk bersekolah. “Kami sudah pernah menanyakan hal ini ke Kemendiknas. Menurut pihak Kementerian persoalan ini bisa diatasi jika Gubsu mengeluarkan diskresi. Dengan diskresi anak-anak tetap bisa melanjutkan belajar dan sekolah,” ujar salah seorang siswa dalam rapat
Kondisi rapat sedikit memanas, ketika orangtua siswa tersebut mendesak Wagubsu, Nurhajizah Marpaung agar Pemprovsu dapat segera mengeluarkan diskresi seperti yang disarankan oleh Kementerian Pendidikan. “Ibu di akhir masa jabatan itu sebaiknya meninggalkan kenangan manis buat anak-anak ini, sehingga anak-anak ini bisa tetap melanjutkan Pendidikan,” ujarnya yang disambut riuh siswa dan orangtua siswa lainnya.
Menanggapi hal ini, Wagubsu, Nurhajizah Marpaung mengatakan kalau Pemprovsu belum dapat memutuskan langsung persoalan diskresi, sebab pihaknya harus berkonsultasi terlebih dahulu kepada Kementerian Pendidikan.
“Kalau tinggal satu hari pun masa tugas saya pak, tentunya saya tidak ingin mengambil keputusan yang melanggar hukum. Makanya, besok kami akan berkonsultasi dulu ke Kementerian Pendidikan,” ujar Nurhajizah singkat.
Wadir Reskrimsus Polda Sumut, AKBP Roni Samtana dalam kesempatan itu mengatakan, berdasarkan hasil proses penyeledikan yang telah dilakukan pihaknya dan hingga saat ini masih terus didalami. Ditemukan di SMA Negeri 13 Medan, pendaftar PPDB Online sebanyak 1300 orang dan yang diterima sebanyak 288 orang.
“Kemudian dalam prosesnya oknum Kepala Sekolah dengan usulan Komite Sekolah menambah sebanyak 77 orang siswa dan masing-masing siswa diminta untuk membayar Rp3-Rp 5 juta,” terang Roni.
Sementara di SMA Negeri 2 Medan, ditemukan pendaftar PPDB Online sebanyak 1807 orang dan diterima sebanyak 432 orang. Kemudian atas usulan Komite Sekolah ditambah sebanyak 180 siswa, di mana masing-masing siswa diminta membayar sebesar Rp3-Rp5 juta.
“Yang jelas penerimaan 180 siswa di SMA Negeri 2 dan 77 siswa di SMA Negeri 13 itu tidak sesuai dengan proses sebagaimana mestinya. Dan tinggal kami akan menentukan siapa yang paling bertanggung jawab dan paling diuntungkan dari penerimaan ini. Penegakkan hukum mesti tetap berjalan meski dunia runtuh. Karena ini termasuk dalam kategori pungli,” tegasnya.
Hadir dalam rapat tersebut Wagubsu, Nurhajizah Marpaung, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, Wadir Reskrimsus Polda Sumut, AKBP Roni Samtana, sejumlah siswa dan orangtua. (Avi)
Editor : Yeni Sitorus