PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN PERTANIAN, KETAHANAN PANGAN DAN BULOG MENUJU KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

Ide-ide yang dulu pernah populer di kalangan perencanaan pembangunan seperti istilah One Village One Product merupakan bentuk aktivitas program pengembangan industri kecil menengah sebagai bentuk keberpihakan pemerintah mendorong produk lokal yang memiliki keunikan agar dapat menembus pasar global. Dalam perkembangannya di sektor pertanian diinginkan bukan hanya sebuah desa tetapi kawasan tertentu yang dikembangkan secara khusus yang pernah kita dengar sebagai kawasan Aglomerasi sesuai dengan bidang atau sektoral pertanian dan pangan dalam hal ini dikenal sebagai pembangunan Agropolitan.

Rapot pembangunan pertanian di Indonesia tidak menggembirakan dan dinilai stagnan dari tahun ke tahun bahkan cenderung keberhasilannya menurun, ini disebabkan karena ketiadaan grand desain pembangunan nasional pertanian, ketahanan pangan dan bulog yang sesungguhnya merupakan domain pembangunan berkelanjutan yang satu sama lainnya memiliki dependensi dalam penyelenggaraannya.

Jikapun pemerintah ingin serius melaksanakan perubahan maka prinsip dasar pembangunan pertanian tersebut harus dikonstruksikan sehingga terjadi pergeseran orientasi pembangunan pertanian subsisten (usahatani tradisional untuk sebatas kebutuhan rumah tangga) ke arah pengembangan agroindustri agribisnis perdesaan.

Berikut disajikan prinsip dasar bagaimana mengembangkan pembangunan sektor pertanian (budidaya pertanian pangan, hortikultura, perkebunan nasional dan rakyat, peternakan, perikanan dan kelautan) yang prinsip-prinsip ini harus simultan dan sinergi diimplementasikan di lapangan.

– Prinsip 1 : Berbasis pembangunan ekosistem berkelanjutan.

Secara ideal setiap pembangunan tak terkecuali bidang pertanian harus menjamin tidak boleh mengakibatkan kerusakan alam lingkungan, sebab degradasi lingkungan akibat aktivitas pertanian yang tidak selaras alam akan menurunkan nilai ekonomi usaha pertanian dalam jangka panjang. Pemakaian pupuk kimiawi jelas sudah terbukti telah menurunkan nilai intrinsik pertanian sehingga harus ada political will “stop penggunaan pupuk kimiawi dan secara masif beralih ke program pupuk organik”.

– Prinsip 2 : Manajemen clustering sesuai komoditas unggulan.

Lahan produktif pertanian, terkhusus padi sawah sebagai komoditas pokok pangan rakyat luasnya semakin berkurang dan tingkat kepemilikan per rumah tangga tani semakin sempit sehingga tingkat nilai keekonomian usatani padi menjadi menurun dan gairah bertani menjadi lemah.

Pengelolaan padi sawah dengan menerapkan pola konsolidasi lahan padi sawah dalam satu kawasan / hamparan di perdesaan berbasis manajemen clustering usahatani akan dapat menjadi jawaban meningkatkan efisiensi usahatani. Selain itu pola ini akan mengefektivkan penerapan Prinsip 1 terwujudkan karena implementasi pola teknik dan non teknis usahatani dapat dilaksanakan secara seragam dan serentak untuk mendapatkan hasil maksimal dalam rekayasa teknologi usahatani, introduce paket-paket komoditi sejak pemilihan jenis, tehnik budidaya, pemanenan hingga manajemen pengolahan hasil dengan berdasar azas kebersamaan yang dianut dalam azas ekonomi Pancasila dalam satu satuan program clustering usahatani dan usaha industri perdesaan.

– Prinsip 3 : Interdependensi hulu dan hilir.

Lemahnya grand desain pembangunan pertanian yang tidak mensinkronkan pola teknis dan non teknis terintegrasi dalam program yang mencakup sejak dari sektor hulu yang berperan di on farm (proses produksi mulai dari upstream agribisnis berikut agroteknologi) hingga sektor hilir berperan di off farm (proses pengolahan dan pemasaran hasil mencakup downstream agribisnis dan layanan pendukung), telah mengakibatkan besarnya resiko ketidakpastian baik harga, produksi maupun kualitasnya, dan hal ini telah menyebabkan pembangunan pertanian hingga saat ini kemajuannya tidak seperti diharapkan, dan akibatnya nyata dirasakan cita-cita kemandirian dan kedaulatan pangan nasional sebagaimana termaktub dalam UU Pangan No. 18 tahun 2012 hanya tinggal impian belaka.

Pengelolaan pembangunan pertanian yang mengintegrasikan kelembagaan kementerian pertanian dengan lembaga pangan dan Bulog akan menjadi kunci keberhasilan penerapan Prinsip 2 sehingga dapat secara signifikan mengukur konsistensi kinerja pembangunan pertanian, dengan indikator-indikator seperti :
a). Kontribusi terhadap perekonomian nasional (PDRB, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan inflasi, pertumbuhan ekspor impor), b). Ketahanan pangan (ketersediaan pangan / stok gabah, pertumbuhan gabah per kapita, pertumbuhan konsumsi, pertumbuhan ratio harga beras di pedesaan terhadap pengeluaran RT, selisih indek ketahanan pangan (energi dan protein) serta ratio kebutuhan beras dengan kebutuhan,
c). Kesejahteraan petani (pertumbuhan Nilai Tukar Petani, pertumbuhan penduduk miskin, pertumbuhan upah, pertumbuhan populasi ternak, pertumbuhan jumlah kapal/perahu),
d). Lingkungan hidup (penggunaan pupuk organik, pengurangan progresif pupuk kimia, pertumbuhan RT yang melakukan pengolahan limbah / sampah, penggunaan energi baru dan terbarukan, penanaman pohon penghijauan),
e). Kelembagaan masyarakat (pertumbuhan koperasi, pertumbuhan nilai kredit usaha, pertumbuhan jenis usaha perdesaan).

– Prinsip 4 : Pengendalian akumulasi modal perdesaan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi lokal.

Dampak positif pembangunan pertanian yang sangat diharapkan tentunya meningkatnya ketersediaan pangan serta harga yang sesuai dengan tingkat pendapatan masyarakat. Akibatnya, akan menguatkan tingkat ketahanan pangan dan dengan demikian akan terjadi kecukupan pangan dan hal ini berakibat menaikkan kualitas SDM. Bagi petani di perdesaan pembangunan pertanian diharapkan akan memperluas kesempatan kerja, mengurangi migrasi kaum muda desa ke kota karena meningkatnya animo bekerja di sektor pertanian dan pangan, memberikan kestabilan pada konsumsi pangan dan pendapatan petani sehingga diharapkan mengurangi jumlah penduduk miskin.

Fakta, kue nasional pembangunan pertanian, ketahanan pangan dan Bulog selama ini belum dapat menjadi alat untuk tujuan penyerapan lapangan kerja ataupun untuk penurunan ketimpangan distribusi pendapatan. Ukuran kinerja pembangunan ini dapat dijadikan umpan balik bagi pemerintah untuk menyusun perencanaan pembangunan pertanian, ketahanan pangan dan Bulog secara holistik sehingga rumusan kebijaksanaan dapat lebih efektif dan efisien. Penerapan Prinsip 1, 2, 3 dan 4 dalam rangka mewujudkan kebijaksanaan hulu – hilir dengan tidak saling melemahkan akan dapat mempercepat desa-desa sebagai satelit pertumbuhan aglomerasi kawasan pembangunan pertanian perdesaan dengan target desa berhasil tumbuh sebagai pusat-pusat agroindustri dan agribisnis.

Dengan berkembangnya pertumbuhan pembangunan pedesaan, akan berangsur-angsur menghilangkan kesenjangan kemajuan antara desa dan kota, antara masyarakat jawa dengan luar pulau jawa dan masyarakat di pulau-pulau lainnya dengan cara mendorong dan menjadikan aglomerasi kawasan pembangunan pertanian dan pangan sebagai sentra percepatan pengembangan wilayah-wilayah yang belum maju.

Untuk menjaga dana yang dialokasikan di perdesaan terakumulasi dan terkendali tidak keluar dari daerah tersebut dilakukan pengaturan dan penetapan syarat tertentu dengan tujuan agar dana berputar di daerah tersebut semakin banyak dan tidak lari ke pusat atau keluar daerah atau negara asing, namun dana yang terakumulasi di lokal daerah tersebut dapat diberdayakan menjadi faktor modal dalam pengembangan unit-unit usaha lokal berazas kebersamaan dan dengan menerapkan sifat kepemilikan modal diatur secara kepemilikan saham dengan para pekerja sehingga pekerja memiliki fungsi menjadi penentu keputusan ekonomi melalui musyawarah.

Penutup

Merosotnya carachter building bangsa dirasakan semakin mengkhawatirkan. Degradasi moral dengan adanya gejala permisif pada perilaku korupsi berimplikasi pada kehidupan penyelenggaraan pembangunan yang kurang menjunjung harkat dan martabat rakyat. Gejala ini mengakibatkan rakyat sebagai individu dan kelompok tidak memiliki rasa bangga dalam berkarya.

Menyikapi problem bangsa yang dihadapkan sulitnya mencari orang jujur, sulitnya mencari orang yang mampu berbuat adil, dan sulitnya mencari orang yang memiliki integritas (bertanggung jawab, mencintai bangsa dan negaranya) maka ditempuh upaya seksama membangunkan perilaku religius, taat, jujur, disiplin dan tanggung jawab melalui pola learning by doing di tingkat implementasi pembangunan dan langkah ini harus inheren ketika menerapkan 4 Prinsip dalam menjalankan pembangunan pertanian, ketahanan pangan dan Bulog sebagaimana diuraikan diatas, dan perlu disikapi ke depan menjadikan satu lembaga Kementerian tersendiri “Kementerian Pertanian, Pangan dan Bulog”. (Sp.official,120324).

Oleh. S Purwadi Mangunsastro, Dewan Pakar APT2PHI, Sekjen PDKN.

LEAVE A REPLY