Gubsu Didesak Keluarkan Keputusan Diskresi

MEDAN – Selain Wagubsu, Nurhajizah Marpung, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait juga ikut dihadang siwa sisipan SMU Negri 2 dan SMU Negri 13 yang ikut dalam rapat penyelesaian masalah penerima peserta didik baru (PPDB) di luar online tersebut.

Para siswa sisipan tersebut meminta Aris Merdeka Sirait untuk mengeluarkan raport mereka, dan memperjuangkan nasib mereka layaknya seperti siswa lainnya. “Jadi sampai kapan kami menunggu lagi pak, bagaimana nasib kami. Kami cuma mau raport dan perlakukan kami seperti murid lainnya. Sedihnya kami pak setiap hari harus diejek mereka seperti siswa siluman,” ujar salah satu siswa dengan derai airmata.

Terkait siswa sisipan SMU Negri 2 dan SMU Negri 13 Aris mengatakan, dalam situasi saat ini Pemprovsu memang sebaiknya melakukan diksresi. Dikatakan Aris, hak diskresi diberikan agar Gubernur memiliki kewenangan untuk memutuskan. Sebab, dinilai Aris hal ini merupakan kesalahan yang telah dilakukan sejak awal, persoalan hukum bisa tetap berjalan dan diproses tapi diharapkannya jangan anak-anak yang disalahkan dan dijadikan korban. Anak-anak harus tetap mendapatkan haknya untuk bersekolah.

“Selain diskresi memang bisa saja solusinya dibuat sekolah terbuka untuk siswa ini hingga mereka tamat. Tapi sekolah terbuka itu sifatnya post majeur, harus ada peraturan Menteri, itu kan nggak mungkin, tapi kalau diskresi itu cukup Kementerian Pendidikan memberikan mandate kepada Gubsu, sehingga Gubsu bisa melakukan diskresi dan anak-anak tetap bisa bersekolah di sekolah tersebut,” papar Arist.

Dikatakan Arist, persoalan ini harus segera diselesaikan. Makanya besok akan kita cari solusinya. Masalahnya, anak-anak ini juga tidak memiliki nomor induk siswa nasional (NISN). Sehingga siswa tetap tidak bisa mendapatkan raport. “Kalau mereka dipaksakan pun menerima raport, nomor induknya dari mana. Makanya, solusi Menteri harus mengeluarkan mandate kepada Gubsu agar dapat mengeluarkan diskresi,” tegas Arist kembali.

Sebelumnya, siswa sisipan SMA Negeri 2 Medan, Muhammad Hidayat Afriansyah, mengatakan, pertama mereka mengikuti PPDB Online, namun setelah pengumuman dinyatakan tidak lolos. Kemudian saat mereka ingin mengambil berkas, ada pihak SMA Negeri 2 Medan yang menawarkan adanya gelombang kedua.

“Saat itu kami sangat senang karena mendapatkan gelombang kedua. Namun untuk mengikuti gelombang kedua itu kami diberikan syarat, seperti melengkapi berkas lalu kami juga harus membayar uang pembangunan sekitar Rp3-Rp5 juta. Kami juga harus membayar komite setiap bulannya mulai Rp100 hingga Rp300 ribu,” papar Hidayat.

Bahkan lanjut dia, setelah mereka memenuhi syarat yang telah ditentukan, mereka kemudian bisa belajar di dalam kelas dan mendapatkan kartu ujian. “Kami lalu mengikuti ujian, tapi yang menjadi kendala kendapa saat ini kami tidak mendapatkan raport,” ujarnya. (Avi)

Editor : Yeni Sitrous